Hei, kamu bukan Cinderella !



Pagi itu, saya scrolling obrolan di salah satu grup kelas online karena semalam harus melewatkan kelas yang sebenarnya sudah saya tunggu-tunggu. Saya dibuat tersenyum dengan pemaparan awal dari pemateri –Kak Vella- yang kurang lebih seperti ini “ada keyakinan dalam pikiran kita bahwa akan ada seseorang yang datang ke kehidupan kita kemudian membantu membereskan masalah-masalah hidup, finansial, emosi dan sosial kita sehingga kita akan mencapai kesuksesan atau kebahagiaan.” Hei, kamu bukan cinderella yang ketemu pangeran kemudian hidup happily ever after ! Kabar buruknya, mindset tersebut ternyata dipegang kuat oleh kebanyakan orang, entah secara sadar maupun tidak sadar, termasuk saya. Entah dari mana keyakinan-keyakinan itu muncul. Padahal tidak aja yang menjanjikan hal tersebut akan nyata terjadi. Tetapi angan-angan itu tetap diikat kuat agar mengendap dalam pikiran. Seolah kita menolak untuk sadar.


Dampaknya, jika pada kenyataannya tidak ada orang yang membantu kita saat mengalami kesulitan maka muncullah kecewa. Kecewa yang kemudian dilampiaskan kepada sahabat, keluarga, pasangan, orang tua, rekan kerja atau bahkan orang yang tidak begitu kita kenal. Bahkan sampai muncul drama “nggak ada yang mau ngertiin aku”. Padahal sebenarnya kita kecewa karena angan-angan yang kita bangun sendiri. 


Hal yang perlu dibenahi adalah bahwa satu-satunya orang yang bisa membereskan permasalahan kita adalah diri kita sendiri. Meminta bantuan orang lain tentu sangat boleh. It’s okay to ask for help. It isn’t the sign that you’re weak. Konsepnya bukan kemudian dengan percaya diri yang berlebih kita yakin bisa menyelesaikan semua masalah. Bukan, karena jatuhnya sombong. Tetapi yang dilihat adalah usaha kita untuk mencari solusi, entah dengan meminta bantuan orang lain atau mengusahakan dengan kemampuan kita dan tentu dengan memohon petunjuk dari-Nya.

Berbicara mengenai kecewa, erat kaitannya dengan harapan. Saya jadi teringat materi di kelas pertama bahwa setiap manusia tentu punya harapan. Tidak ada yang salah dengan harapan. Dengan harapan seseorang punya alasan kuat untuk melanjutkan hidup. Tetapi yang menjadi masalah adalah ketika harapan itu digantungkan pada makhluk-Nya bukan pada-Nya 😊


Di pagi itu saya baru menyelesaikan setengah materi dan coba untuk membenahi mindset saya. Untuk hal-hal kecil terlebih dulu. Setidaknya untuk mengurangi rasa kecewa. Oiya, saya jadi sadar sesuatu, kalau kita sering merasa bete atau kesel bisa jadi sebenarnya tanpa sadar kita berharap orang lain bersikap seperti ini seperti itu atau berharap lingkungan mendukung keinginan kita. Nyatanya, kita tidak bisa mengendalikan sikap orang lain terhadap diri kita pun kita tidak bisa mengendalikan masa depan kita. Saya masih belajar beberapa hari ini untuk sedikit-sedikit bisa membenahi mindset saya. Dan bagaimana hasilnya? Luar biasa nano nano. Hehee. Tentu tidak mudah untuk mengubah sesuatu yang sudah tertanam kuat, bukan?


Sore ini saya baru menyelesaikan membaca materi dan diskusi di grup chat tersebut yang sampai pada kesimpulan, lakukan sesuatu untuk dirimu sendiri. Dirimu berhak bahagia, merasa aman, diperhatikan, dihargai dan dicintai. Dirimu yang punya kendali atas hati, pikiran dan perasaan serta kemana energimu itu akan kamu bagi. Untuk sesuatu yang bermanfaat kah? Atau sekedar mencari pembenaran atas kemalasanmu? (current activity : rebahan sambil sekrol social media ehee 😆 )





Note :

Ditulis setelah mengikuti kelas online yang digagas oleh @healyourself.id dalam rangka mental health awareness week.
Batang, 14 Oktober 2019

Comments

Popular posts from this blog

[ m e r a w a t r i n d u ]

Pembuatan Monosodium glutamate - Fermentasi

Pembuatan Monosodium glutamate - Refinery